Perang Dagang Panas! Temu Naikkan Tarif Impor 150% sebagai Serangan Balik ke Trump

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Kali ini, bukan hanya soal politik tingkat tinggi—perusahaan ritel asal China yang kini sedang naik daun, Temu, ikut angkat suara dalam bentuk aksi nyata: menaikkan tarif impor barang ke AS sebesar 150%!

Langkah ini disebut-sebut sebagai respons langsung terhadap kebijakan tarif impor baru yang digulirkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, yang sedang aktif berkampanye untuk pemilihan umum mendatang. Trump diketahui tengah mendorong kebijakan pemangkasan pajak dan kenaikan tarif impor terhadap produk luar negeri, termasuk dari China.

Temu: Dari Murah Meriah Jadi Senjata Ekonomi?

Temu dikenal sebagai e-commerce favorit milenial dan Gen Z karena harga yang sangat kompetitif. Tapi keputusan terbaru ini bisa menjadi titik balik brand tersebut dari hanya sekadar “toko online murah” menjadi alat geopolitik strategis.

Dengan kebijakan tarif baru, harga barang Temu diprediksi akan melonjak signifikan di pasar AS. Artinya? Produk-produk murah yang biasa diburu netizen, dari gadget, aksesori, hingga fashion, bisa jadi akan kehilangan daya saingnya.

Dampak ke Pasar & Crypto: Apakah Ada Efek Domino?

Kondisi ini menciptakan ketidakpastian baru di sektor perdagangan global dan dapat memicu:

• Inflasi harga barang konsumen di AS

• Kepanikan retail buyer dan shifting ke market lokal atau digital assets

• Peluang naiknya daya tarik stablecoin atau crypto sebagai aset pelindung nilai

Beberapa analis bahkan memprediksi bahwa eskalasi perang dagang ini bisa memberikan efek bullish jangka pendek terhadap Bitcoin dan aset kripto lainnya karena investor mencari alternatif dari volatilitas kebijakan fiat.

Kesimpulan: Bukan Cuma Soal Belanja, Tapi Strategi Global

Kenaikan tarif Temu menjadi sinyal bahwa persaingan ekonomi global kini melibatkan pemain yang tak terduga. Dan di tengah panasnya tensi geopolitik ini, industri kripto berpotensi menjadi “safe haven” baru bagi investor muda dan digital native.

Apakah kamu siap menghadapi gelombang baru perang dagang digital ini?